DESA
YANG MENGALAMI STAGNASI TEKNOLOGI
Pada
bab ini saya akan mencoba untuk menelaah sebuah desa yang mengalami stagnasi
teknologi yang dikaitkankan dengan pengaruh-pengaruh teknologi modern pada
lembaga komunitas pedesaan dan distribusi pendapatan melalui studi desa yang
intensif. Adapun tempat yang akan ditelaah adalah sebuah Desa yang terletak di
kaki pegunungan di batas sebelah selatan Kabupaten Subang yakni Desa Subang
Selatan. Di Desa ini sebagian besar penduduknya adalah di sektor pertanian yang
terdiri dari para petani besar, petani kecil dan para buruh tani yang tidak
memiliki tanah. Tingkat pendapatan petani-petani besar jauh lebih besar dari
pendapatan para petani lainnya yakni, rata-rata pendapatan petani besar hampir
empat kali lebih tinggi dan pendapatan per kapita mereka tiga kali lebih tinggi
dari petani kecil dan buruh tani tak bertanah. beberapa petani besar
mengusahakan perusahaan-perusahaan dagang seperti took-toko kecil, penggilingan
beras, dan pengusahaan bis mini. Sebaliknya, para petani kecil dan buruh tani
mereka mendapat penghasilan utamanya dari mengambil upah di usaha pertanian
dari para petani besar.
Mengenai
permasalahan tekanan penduduk, menurut tabel 8.2 terlihat bahwa angka
pertambahan penduduk yang alamiah menurun dari 3% per tahun menjadi kurang dari
1% selama 40 tahun yang sudah berlaku. Hal ini disebabkan karena banyak istri
melakukan pengguguran kandungan dengan system tradisional yang membahayakan
keselamatan dan kesehatan, itu menunjukan bahwa menjelang tahun 1950-an
kepadatan penduduk telah begitu tinggi dan kesempatan untuk mencari nafkah
menjadi sulit, sehingga masyarakat dipaksa untuk mengurangi besarnya keluarga
bahkan sebelum diperkenalkannya program KB. Seperti yang sudah dijelaskan
sebelumnya bahwa masyarakat Desa Subang Selatan mayoritas petani, maka pada
table 8.3 menunjukan bahwa cara masyarakat memperoleh tanah sawah tersebut
melalui warisan, membeli tanah, menyewa bahkan menggadai, namun yang lebih
dominan adalah dari tanah warisan.
Mengenai
struktur agraria, masyarakat Desa ini sebagian besar adalah mereka yang
memiliki lahan sawah dan mengelolanya sendiri yaitu sebesar 83%. Sistem tuan
tanah sudah berkembang agak pesat di Desa ini. Para petani yang hampir tidak
memiliki lahan mereka mencari nafkah melalui kerja sebagai tenaga kerja sewaan.
Dapat dikatakan bahwa pendapatan dan distribusi kekayaan telah menjadi lebih
tidak seimbang disebabkan oleh tekanan pertumbuhan penduduk terhadap tanah.
Produksi
padi di Desa ini mengalami peningkatan yang disebabkan oleh penggunaan pupuk
dan bahan kimia yang banyak. Meskipun demikian, varietas modern seperti IR dan
Pelita tidak biasa ditanam di Desa ini karena jenis-jenis varietas tersebut
peka terhadap serangga dan penyakin di lingkungan daerah ini sehingga masyarakat
yang mencoba jenis padi modern kembali beralih ke varietas tradisional.
Penggunaan pupuk urea yang banyak dikarnakan harga pupuk yang mendapat subsidi
dari pemerintah melalui program bimas. Peningkatan hasil padi yang bisa
dikatakan biasa saja disebabkan oleh tidak terdapatnya varietas modern yang
khususnya cocok untuk daerah ini.
Dalam
hal masukan tenaga kerja, para petani besar sangat bergantung pada tenaga kerja
bayaran untuk pengolahan sawah, pemindahan bibit menyiangi rumput dan memamen,
dan hal itu merupakan kesempatan kerja yang penting bagi para buruh tani yang
tidak memiliki tanah dan bagi petani kecil. Pekerjan yang dilakukan tenaga
manusia dengan menggunakan cangkul bertujuan untuk menekan upah kerja
disbanding membayar tenaga hewan. Dalam system panen, terjadi perubahan yang
awalnya menggunakan sistem bawon, menjadi sistem tebasan atau ceblokan yang
membatasi partisipasi dalam panen dan mengurangi bagian untuk pemanen. Di Desa
ini, sistem ceblokan dijalankan pada tahun 1964 oleh tujuh orang petani dan
menjelang tahun 1978 petani yang menjalankan ceblokan melebihi 95%. Ini
menunjukan peralihan yang beruntun dari cara yang lebih terbuka dan lebih
bersifat dermawan menjadi cara yang lebih terbatas dan kurang bersifat
dermawanSemakin luas usaha tani seseorang, semakin besar kecenderungannya
untuk menjadi kurang dermawan dalam mempekerjakan para pemanen.
Hubungan kerja
dikalangan para petani dari skala menengah secara alamiah dapat disamakan
dengan pertukaran tenaga kerja. Sebaliknya, hubungan antara bapak-anak buah
mewarnai penempatan pekerja yang tidak memiliki tanah oleh para petani besar.
Sistem ceblokan adalah suatu inovasi kelembagaan yang membutuhkan biaya yang
paling kecil untuk mengurangi bagian dari hasil untuk pemanen sesuai dengan tingkat
upah pasaran. Keuntungan utama dari ceblokan bagi majikan mungkin berupa
intensif kerja yang sudah termasuk kedalam sistem ini dalam bentuk bagi hasil.
Peralihan dari bawon ke ceblokan merupakan suatu peralihan dari saling tolong
menolong dan berbagi pendapatan di seluruh komunitas desa menjadi hubungan
bapak-anakbuah dan hubungan timbal balik dalam kelompok-kelompok lebih kecil.
Arah perubahan sosial di desa ini adalah menuju stratifikasi petani, bukan
menuju polarisasi.
Perubahan dalam distribusi pendapatan telah
terjadi di desa ini, distribusi pendapatan dan kekayaan sangat timpang,
angkatan kerja terus bertambah, teknologi telah mengalami stagnasi karena
varietas modern yang sesuai dengan kondisi lingkungan lokasi tertentu ini belum
ada. Pemakaian pupuk telah bertambah bukan karena teknologi baru tetapi karena
rendahnya harga pupuk melalui program bimas. Ini menunjukan bahwa distribusi
pendapatan telah menjadi semakin tidak seimbang. Pendapatan petani terdiri dari
surplus penggarap dan kembalian kepada tenaga keluarga dan modal pendapatan
petani dilihat dari sudut padi secara keseluruhan naik 25% sedangkan penerimaan
upah tenaga kerja hanya meningkat 4%.
Pada
bahasan-bahasan diatas memperlihatkan bahwa dasar ekonomi ketidakadilan
bertambah besar. Biaya produksi pangan meningkat dan harga-harga panganpun naik
dalam jangka panjang, pendapatan kaum pekerja akan menurun sampai batas minimum
untuk hidup yang hampir tidak cukup dan semua surplus akan diambil oleh para
tuan tanah dalam bentuk kenaikan sewa tanah. Baik data maupun logika ekonomi
menunjukan bahwa bukan varietas baru yang menjadikan petani kecil dan petani
tak memiliki tanah menjadi semakin miskin melainkan keadaan desa yang mengalami
stagnasi teknologi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar