Selasa, 29 November 2016

DESA YANG MENGALAMI STAGNASI TEKNOLOGI (Desa Subang Selatan)




DESA YANG MENGALAMI STAGNASI TEKNOLOGI

Pada bab ini saya akan mencoba untuk menelaah sebuah desa yang mengalami stagnasi teknologi yang dikaitkankan dengan pengaruh-pengaruh teknologi modern pada lembaga komunitas pedesaan dan distribusi pendapatan melalui studi desa yang intensif. Adapun tempat yang akan ditelaah adalah sebuah Desa yang terletak di kaki pegunungan di batas sebelah selatan Kabupaten Subang yakni Desa Subang Selatan. Di Desa ini sebagian besar penduduknya adalah di sektor pertanian yang terdiri dari para petani besar, petani kecil dan para buruh tani yang tidak memiliki tanah. Tingkat pendapatan petani-petani besar jauh lebih besar dari pendapatan para petani lainnya yakni, rata-rata pendapatan petani besar hampir empat kali lebih tinggi dan pendapatan per kapita mereka tiga kali lebih tinggi dari petani kecil dan buruh tani tak bertanah. beberapa petani besar mengusahakan perusahaan-perusahaan dagang seperti took-toko kecil, penggilingan beras, dan pengusahaan bis mini. Sebaliknya, para petani kecil dan buruh tani mereka mendapat penghasilan utamanya dari mengambil upah di usaha pertanian dari para petani besar.
Mengenai permasalahan tekanan penduduk, menurut tabel 8.2 terlihat bahwa angka pertambahan penduduk yang alamiah menurun dari 3% per tahun menjadi kurang dari 1% selama 40 tahun yang sudah berlaku. Hal ini disebabkan karena banyak istri melakukan pengguguran kandungan dengan system tradisional yang membahayakan keselamatan dan kesehatan, itu menunjukan bahwa menjelang tahun 1950-an kepadatan penduduk telah begitu tinggi dan kesempatan untuk mencari nafkah menjadi sulit, sehingga masyarakat dipaksa untuk mengurangi besarnya keluarga bahkan sebelum diperkenalkannya program KB. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa masyarakat Desa Subang Selatan mayoritas petani, maka pada table 8.3 menunjukan bahwa cara masyarakat memperoleh tanah sawah tersebut melalui warisan, membeli tanah, menyewa bahkan menggadai, namun yang lebih dominan adalah dari tanah warisan.
Mengenai struktur agraria, masyarakat Desa ini sebagian besar adalah mereka yang memiliki lahan sawah dan mengelolanya sendiri yaitu sebesar 83%. Sistem tuan tanah sudah berkembang agak pesat di Desa ini. Para petani yang hampir tidak memiliki lahan mereka mencari nafkah melalui kerja sebagai tenaga kerja sewaan. Dapat dikatakan bahwa pendapatan dan distribusi kekayaan telah menjadi lebih tidak seimbang disebabkan oleh tekanan pertumbuhan penduduk terhadap tanah.
Produksi padi di Desa ini mengalami peningkatan yang disebabkan oleh penggunaan pupuk dan bahan kimia yang banyak. Meskipun demikian, varietas modern seperti IR dan Pelita tidak biasa ditanam di Desa ini karena jenis-jenis varietas tersebut peka terhadap serangga dan penyakin di lingkungan daerah ini sehingga masyarakat yang mencoba jenis padi modern kembali beralih ke varietas tradisional. Penggunaan pupuk urea yang banyak dikarnakan harga pupuk yang mendapat subsidi dari pemerintah melalui program bimas. Peningkatan hasil padi yang bisa dikatakan biasa saja disebabkan oleh tidak terdapatnya varietas modern yang khususnya cocok untuk daerah ini.
Dalam hal masukan tenaga kerja, para petani besar sangat bergantung pada tenaga kerja bayaran untuk pengolahan sawah, pemindahan bibit menyiangi rumput dan memamen, dan hal itu merupakan kesempatan kerja yang penting bagi para buruh tani yang tidak memiliki tanah dan bagi petani kecil. Pekerjan yang dilakukan tenaga manusia dengan menggunakan cangkul bertujuan untuk menekan upah kerja disbanding membayar tenaga hewan. Dalam system panen, terjadi perubahan yang awalnya menggunakan sistem bawon, menjadi sistem tebasan atau ceblokan yang membatasi partisipasi dalam panen dan mengurangi bagian untuk pemanen. Di Desa ini, sistem ceblokan dijalankan pada tahun 1964 oleh tujuh orang petani dan menjelang tahun 1978 petani yang menjalankan ceblokan melebihi 95%. Ini menunjukan peralihan yang beruntun dari cara yang lebih terbuka dan lebih bersifat dermawan menjadi cara yang lebih terbatas dan kurang bersifat dermawanSemakin luas usaha tani seseorang, semakin besar kecenderungannya untuk menjadi kurang dermawan dalam mempekerjakan para pemanen. 
Hubungan kerja dikalangan para petani dari skala menengah secara alamiah dapat disamakan dengan pertukaran tenaga kerja. Sebaliknya, hubungan antara bapak-anak buah mewarnai penempatan pekerja yang tidak memiliki tanah oleh para petani besar. Sistem ceblokan adalah suatu inovasi kelembagaan yang membutuhkan biaya yang paling kecil untuk mengurangi bagian dari hasil untuk pemanen sesuai dengan tingkat upah pasaran. Keuntungan utama dari ceblokan bagi majikan mungkin berupa intensif kerja yang sudah termasuk kedalam sistem ini dalam bentuk bagi hasil. Peralihan dari bawon ke ceblokan merupakan suatu peralihan dari saling tolong menolong dan berbagi pendapatan di seluruh komunitas desa menjadi hubungan bapak-anakbuah dan hubungan timbal balik dalam kelompok-kelompok lebih kecil. Arah perubahan sosial di desa ini adalah menuju stratifikasi petani, bukan menuju polarisasi.
 Perubahan dalam distribusi pendapatan telah terjadi di desa ini, distribusi pendapatan dan kekayaan sangat timpang, angkatan kerja terus bertambah, teknologi telah mengalami stagnasi karena varietas modern yang sesuai dengan kondisi lingkungan lokasi tertentu ini belum ada. Pemakaian pupuk telah bertambah bukan karena teknologi baru tetapi karena rendahnya harga pupuk melalui program bimas. Ini menunjukan bahwa distribusi pendapatan telah menjadi semakin tidak seimbang. Pendapatan petani terdiri dari surplus penggarap dan kembalian kepada tenaga keluarga dan modal pendapatan petani dilihat dari sudut padi secara keseluruhan naik 25% sedangkan penerimaan upah tenaga kerja hanya meningkat 4%.
Pada bahasan-bahasan diatas memperlihatkan bahwa dasar ekonomi ketidakadilan bertambah besar. Biaya produksi pangan meningkat dan harga-harga panganpun naik dalam jangka panjang, pendapatan kaum pekerja akan menurun sampai batas minimum untuk hidup yang hampir tidak cukup dan semua surplus akan diambil oleh para tuan tanah dalam bentuk kenaikan sewa tanah. Baik data maupun logika ekonomi menunjukan bahwa bukan varietas baru yang menjadikan petani kecil dan petani tak memiliki tanah menjadi semakin miskin melainkan keadaan desa yang mengalami stagnasi teknologi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar