Nama lengkap Ibnu Sina adalah Abu Ali Husain Ibn Abdillah Ibn Sina. Ia
lahir pada tahun 980 M di Asfshana, suatu tempat dekat Bukhara. Orang tuanya
adalah pegawai tinggi pada pemerintahan Dinasti Saman. Di Bukhara ia dibesarkan serta belajar falsafat kedokteran dan ilmu -
ilmu agama Islam. Ketika usia sepuluh tahun ia telah banyak mempelajari ilmu
agama Islam dan menghafal Al-Qur’an seluruhnya. Dari mutafalsir Abu Abdellah
Natili, Ibnu Sina mendapat bimbingan mengenai ilmu logika yang elementer untuk
mempelajari buku Isagoge dan Porphyry, Euclid dan Al-Magest-Ptolemus. Dan
sesudah gurunya pindah ia mendalami ilmu agama dan metafisika, terutama dari
ajaran Plato dan Arsitoteles yang murni dengan bantuan komentator - komentator
dari pengarang yang otoriter dari Yunani yang sudah diterjemahkan kedalam
bahasa Arab.
Dengan ketajaman otaknya ia banyak mempelajari filsafat dan cabang -
cabangnya, kesungguhan yang
cukup mengagumkan ini menunjukkan bahwa ketinggian otodidaknya namun di suatu
kali dia harus terpaku menunggu saat ia menyelami ilmu metafisika-nya
Arisstoteles, kendati sudah 40 an kali membacanya. Baru setelah ia membaca
Agradhu kitab ma waraet thabie’ah li li Aristho-nya Al-Farabi (870 - 950 M),
semua persoalan mendapat jawaban dan penjelasan yang terang benderang, bagaikan
dia mendapat kunci bagi segala
simpanan ilmu metafisika. Maka dengan tulus ikhlas dia mengakui bahwa dia menjadi murid yang setia dari Al-Farabi. Sesudah itu ia mempelajari ilmu kedokteran pada Isa bin Yahya, seorang
Masehi. Belum lagi usianya
melebihi enam belas tahun, kemahirannya dalam ilmu kedokteran sudah dikenal orang, bahkan banyak orang yang berdatangan untuk berguru
kepadanya. Ia tidak cukup
dengan teori - teori kedokteran, tetapi juga melakukan praktek dan mengobati orang - orang sakit. Ia tidak pernah bosan atau gelisah dalam membaca buku – buku filsafat dan setiap kali menghadapi kesulitan, maka ia memohon kepada
Tuhan untuk diberinya
petunjuk, dan ternyata permohonannya itu tidak pernah dikecewakan. Sering - sering ia tertidur karena kepayahan membaca, maka didalam tidurnya itu
dilihatnya pemecahan
terhadap kesulitan - kesulitan yang dihadapinya.
Sewaktu berumur 17 tahun ia telah dikenal sebagai dokter dan atas
panggilan Istana pernah mengobati
pangeran Nuh Ibn Mansur sehingga pulih kembali kesehatannya. Sejak itu, Ibnu Sina mendapat sambutan baik sekali, dan dapat pula mengunjungi
perpustakaan yang penuh
dengan buku - buku yang sukar didapat, kemudian dibacanya dengan segala keasyikan. Karena sesuatu hal, perpustakaan tersebut terbakar, maka
tuduhan orang ditimpakan
kepadanya, bahwa ia sengaja membakarnya, agar orang lain tidak bisa lagi mengambil manfaat dari perpustakaan itu.Kemampuan Ibnu Sina dalam bidang filsafat dan kedokteran, kedua duanya sama beratnya. Dalam bidang
kedokteran dia mempersembahkan Al-Qanun fit-Thibb-nya, dimana ilmu kedokteran
modern mendapat pelajaran, sebab
kitab ini selain lengkap, disusunnya secara sistematis. Dalam bidang materia medeica, Ibnu Sina telah banyak menemukan bahan
nabati baru Zanthoxyllum
budrunga - dimana tumbuh - tumbuhan banayak membantu terhadap bebebrapa penyakit tertentu seperti radang selaput otak (miningitis). Ibnu Sina pula sebagai orang pertama yang menemukan peredaran darah
manusia, dimana enam
ratus tahun kemudian disempurnakan oleh William Harvey. Dia pulalah yang pertama kali mengatakan bahwa bayi selama masih dalam kandungan
mengambil makanannya lewat
tali pusarnya. Dia jugalah yang
mula - mula mempraktekkan pembedahan penyakit - penyakit bengkak yang ganas, dan menjahitnya. Dan last but not list dia juga terkenal
sebagai dokter ahli jiwa dengan cara
- cara modern yang kini disebut psikoterapi. Dibidang filsafat, Ibnu Sina dianggap sebagai imam para filosof di
masanya, bahkan sebelum dan
sesudahnya. Ibnu Sina otodidak dan genius orisinil yang bukan hanya dunia Islam menyanjungnya ia memang merupakan satu bintang gemerlapan
memancarkan cahaya sendiri,
yang bukan pinjaman sehingga Roger Bacon, filosof kenamaan dari Eropa Barat pada Abad Pertengahan menyatakan dalam Regacy of Islam-nya
Alfred Gullaume; “Sebagian besar filsafat Aristoteles sedikitpun tak dapat
memberi pengaruh di Barat, karena
kitabnya tersembunyi entah dimana, dan sekiranya ada, sangat sukar sekali didapatnya dan sangat susah dipahami dan digemari orang karena
peperangan - peperangan
yang meraja lela di sebeleah Timur, sampai saatnya Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd dan juga pujangga Timur lain membuktikan kembali falsafah
Aristoteles disertai dengan
penerangan dan keterangan yang luas.” Selain kepandaiannya sebagai flosof dan dokter, iapun penyair. Ilmu -
ilmu pengetahuan seperti ilmu
jiwa, kedokteran dan kimia ada yang ditulisnya dalam bentuk syair. Begitu pula didapati buku - buku yang dikarangnya untuk ilmu logika dengan syair.
Kebanyakan buku - bukunya telah disalin kedalam bahasa Latin. Ketika
orang – orang Eropa diabad
tengah, mulai mempergunakan buku - buku itu sebagai textbook, dipelbagai universitas. Oleh karena itu nama Ibnu Sina dalam abad pertengahan di
Eropah sangat berpengaruh . Dalam dunia Islam kitab - kitab Ibnu Sina terkenal, bukan saja karena
kepadatan ilmunya, akan
tetapi karena bahasanya yang baik dan caranya menulis sangat terang., Selain menulis dalam bahasa Arab, Ibnu Sina juga menulis dalam bahasa Persia.
Buku - bukunya dalam bahasa Persia, telah diterbitkan di Teheran dalam tahun
1954. Karya - karya Ibnu Sina yang ternama dalam lapangan Filsafat adalah
As-Shifa, An-Najat dan Al Isyarat.
An-Najat adalah resum dari kitab As-Shifa. Al-Isyarat, dikarangkannya kemudian, untuk ilmu tasawuf. Selain dari pada itu, ia banyak menulis
karangan -karangan pendek yang dinamakan Maqallah. Kebanyakan maqallah ini
ditulis ketika ia memperoleh
inspirasi dalam sesuatu bentuk baru dan segera dikarangnya. Sekalipun ia hidup dalam waktu penuh kegoncangan dan sering sibuk dengan
soal negara,ia menulis sekitar dua ratus lima puluh karya. Diantaranya karya
yang paling masyhur adalah “Qanun”
yang merupakan ikhtisar pengobatan Islam dan diajarkan hingga kini di Timur. Buku ini dterjemahkan ke baasa Latin dan diajarkan berabad
lamanya diUniversita Barat. Karya keduanya adalah ensiklopedinya yang
monumental “Kitab As-Syifa”. Karya ini merupakan titik puncak filsafat
paripatetik dalam Islam.
(Daudy Ahmad, Dr. MA., Kuliah Filsafat Islam, Jakarta, Bulan Bintang,
1986)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar