Kamis, 15 Desember 2016

Kriteria menentukan jodoh menurut adat Jawa





Hasil gambar untuk gambar pengantin jawa kartun 
Masyarakat Jawa secara geografis meliputi wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Daerah Istimewa Yogyakarta dan Surakarta adalah sebagai pusat kebudayaan Jawa. Kedua daerah tersebut sampai sekarang masih dibawah pemerintahan Mangkunegara (Solo) dan Sultan Hamengkubuwono (Yogyakarta). 
Masyarakat Jawa mayoritas beragama Islam. Interaksi antara adat Jawa dan Islam masih kental,sehingga antara upacara perkawinan di Jawa, lebih banyak di dominasi oleh adat Jawa, sedangkan prosesi akad nikah, yakni ijab dan Qabul lebih didominasi oleh agama Islam.
Jodoh adalah pasangan suami isteri, mencari jodoh berarti mencari calon pasangan sebagai suami-isteri. Sudah menjadi Sunatullah bahwa segala sesuatu diciptakan Tuhan berpasang-pasangan, begitupun manusia dijadikan Tuhan dari dua jenis laki-laki dan perempuan.

Memilih jodoh versi jawa
Konsep memilih jodoh menurut Empu Brojodiningrat
konsultan Pawukon Radya Pustaka ada tiga hal : a. Sak bobot, b. Sak traju, c. Sak timbangan. Sak bobot artinya pasangan suami-isteri, satu level, satu kelas, baik dalam status sosial, harta maupun pendidikannya. Sak traju artinya sak pundak, sak dedek, maksudnya” dedek piadege” serasi, seimbang, waktu berjalan bersama tampak harmonis. Sak timbangan artinya mempunyai keseimbangan dalam hal derajat, pangkat, pemikiran.
Pertimbangan untuk memilih calon suami yang ideal harus mampu : Hangayomi, Hangayemi dan Hanyayangi. Hangayomi artinya mampu melindungi keluarga dari rintangan dan kesukaran hidup dalam keluarga. Dia mampu melindungi keluarga dari rintangan dan kesukaran hidup dalam keluarga, dia tempat berlindung dan bergantung. Hangayemi artinya membuat suasana tenang dan tenteram, sehingga kehidupan rumahtangga menjadi bahagia. Hanyayangi berarti sanggup dan mampu memberi nafkah kepada istri dan keluarganya. Sedangkan pertimbangan untuk memilih calon istri yang baik adalah : Mugen, Tegen, dan Rigen. Mugen artinya tidak seri
ng meninggalkan rumah kalau tidak perlu, kalau senang ketetangga ngobrol ini namanya tidak
mugen, hal ini dapat berakibat munculnya persoalan keluarga. Tegen adalah suka bekerja dan mau mengerjakan semua pekerjaan orang perempuan dengan baik seperti, mengasuh anak, memasak, mengatur lingkungan, rumahtangga dan sebagainya.Rigen adalah pandai mengelola(ngecakake nafkah) yang diberikan oleh suami. Meskipun penghasilan suami tidak banyak, tetapi dapat mengatur kebutuhan rumah tangganya.






Sudarto, Makna Filosofi BOBOT, BIBIT, BEBET ... h. 40
Ibid, h. 41-42

1 komentar: