Selasa, 27 Desember 2016

Budaya Ngariung di Desa Ciwaru


      Kearifan lokal adalah suatu kegiatan atau budaya yang terdapat pada suatu tempat, masyarakat pada suatu tempat tersebut meyakini dan melakukan apa yang menjadi hal yang sudah turun-temurun. Kearifan lokal merupakan suatu bentuk warisan budaya Indonesia, karena itu kearifan lokal dan budaya adalah hal yang saling berkaitan seperti tadi kearifan lokal yang ada dibanten salah satunya budaya ngariung yang ada di desa ciwaru earifan lokal dapat disambungkan dengan budaya atau adat istiadat. Kearifan lokal juga terbentuk akibat proses interaksi antara manusia dengan lingkungannya dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhannya. Sedangkan budaya terbentuk dari berbagai unsur termasuk sistem agama, politik, adat istiadat, bahasa, dan karya sastra seni. Kearifan lokal daerah yang satu dengan yang satunya lagi pasti mempunyai perbedaan dan didalamnya terdapat berbagai norma dan nilai religious tertentu.
       Di desa ciwaru budaya ngariung dilakukan dengan cara yang unik dan dilakukan sangat sering dengan hantaran atau menghantarkan makanan di tetangga-tetangga dan ngariung sebelum bulan puasa juga ada, yang paling unik adalah ngariung ketika memperingati maulid nabi ketika itu para laki-laki akan tampil di depan panggung dan bershalawatan dengan kompak sambil di iringi rabana dan kemudian ngariung sambil bershalawat tadi oleh para laki-laki, sedangkan para ibu-ibu diberi tugas untuk masak babarengan atau masak secara bersama-sama untuk menyajikan makanan kepada para laki-laki dan kyainya. Dari saya tinggal di desa ciwaru saya sudah melihat kejadian-kejadian dari budaya ngariung ini oleh sebab itu saya mengangkat tema budaya ngariung itu sendiri karena memang unik dan ketika malam jum’at ada ngariung juga dimana laki-laki ngariung dengan membawa makanan seperti lauk-pauk atau maknan ringan dari rumah dan dibawa ke mushola yang kemudian di acak maknan tersebut dan dibagikan lagi secara tukar menukar esensi dari kegiatan ngariung ini adalah mendoakan sanak saudara yang sudah meningga terlebih dahulu dan berkepercayaan bahwa makanan apa yang kita bawa akan di cicipi juga oleh nenek moyang kita yang ikut ngariung setelah proses ngariung tersebut selelsai kemudian di sambung dengan marhabanan, setelah selesai marhabanan barulah para laki-laki memakan apa yang sudah diatur oleh sesepuh atau orang yang mengatur atau mengacak makanan tersebut. Yang kemudian dimakan secara bersama-sama atau ada juga yang dibawa pulang untuk diikut sertakan anak istrinya memakannya juga karena barokah.
    Adat tersebut sudah berlangsung secara lama dan kalau ada yang tidak melaksanakan adat tersebut maka orang itu akan dikucilkan dan dihina karena dianggap tidak menghormati adat istiadat demikian penuturan dari ibu kartika, sehingga mau tidak mau warga harus menuruti adat tersebut. Akibat adanya budaya seperti ini masa depan anak muda desa ciwaru juga menjadi suram karena kebanyakan anak mudanya banyak yang nganggur dan bekerja sebagai tukang ojeg serta banyak yang menikah muda akibat tidak sekolah dan tidak bekerja, memang aneh karena dari adat dapat mempengaruhi dari keseluruhan kepribadian individu itu sendiri karena akibat itu semua anak bangsa banyak yang menjadi suram masa depannya. Akan tetapi ada juga adat yang indah dan tanpa merusak estetika pendidikan dan adat itu sendiri harus ada keluwesan dari sesepuh dalam menyalurkan wawasan pendidikan dan membiarkan anak muda mengenyam pendidikan agar adatnya juga dilestarikan dan dikembangkan secara unik serta membuat nama desa menjadi sahaja dan bangga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar