Kehidupan
saya seperti layaknya sebuah pementasan wayang, dimana dalam sebuah pementasan
ada seorang dalang yang mengatur para wayangnya. Dalam pementasan wayang kulit
purwa di Jawa, gunungan menjadi sebuah lambang kehidupan dimana saat gunungan
ditancapkan itulah berarti kehidupan wayang dimulai. Dan ketika gunungan
dicabut dan di tancapkan ke tempat yang lain berarti kehidupan sebelumnya
berakhir dan digantikan dengan kehidupan yang baru.
Saya
hidup di dunia dengan berbagai problematika kehidupan, seperti layaknya wayang
saya seorang manusia yang menjalankan sebuah kehendak dzat yang luar biasa,
yang maha agung yang sudah mengatur kehidupan saya yakni Tuhan saya yaitu Allah.
Kapan saatnya saya dihidupkan dan berakhirpun dan digantikan kehidupan yang
baru ada pada kehendak dalang kehidupan manusia. Dari bahasan buku ini
menggambarkan sebuah asal-usul hidup, tujuan hidup dan lambang gunungan sebagai
nilai-nilai kehidupan masyarakat Jawa yang sejalan dengan kehidupan saya
sebagai manusia.
Buku
filsafat jawa yang ditulis Agus Purwoko ini memang diambil dari makna kehidupan
yang dianut oleh masyarakat jawa dimana masyarakat jawa lebih mengutamakan pada
keselarasan sebuah kehidupan. Keselarasan hidup tersebut berkaitan dengan
kepercayaan dan keagamaan yang dikaitkan dengan kebudayaan yang berkembang.
Dalam hal ini yakni budaya perwayangan yang berkembang di daerah jawa. Perwayangan
yang menggambarkan kehidupan ini dijadikan sebagai landasan tingkah laku serta
sikap yang diterapkan dalam kehidupan masyarakat.
Saya
lebih cenderung setuju dan berpihak pada buku yang ditulis Agus Purwoko ini
karena buku ini mengulas dan mengaitkan tentang kebudayaan lokal, Agama dan
kepercayaan masyarakat jawa yang memang mendukung keselarasan hidup
masyarakatnya. Meskipun saya bukan berdarah jawa dan bukan penganut kebudayaan
jawa tetapi makna hidup masyarakat jawa yang diambil dari kebudayaan wayang
purba ini menggambarkan arti bahwa memang dalam kehidupan ada dalang yang
mengatur dan manusia hanya menjalankan kehendaknya. Mengenai makna yang
terkandung dalam bentuk wayang kulit purba bahwa manusia berasal dari keadaan
tidak ada kemudian ada, dan berakhir dengan ketiadaan, hal tersebut menyiratkan
pesan bahwa dalam hidup manusia harus melewati fase-fase kehidupan.
Hidup
harus dimanfaatkan sebaik mungkin, karena manusia tidak ada yang tau kapan
waktunya kita berakhir dan digantikan dengan kehidupan yang baru. Kebudayaan
jawa yang sangat kental dengan nilai-nilai keagamaan membuat orang yang
meyakininya terkonsep dalam segala bidang kehidupannya untuk mencapai kehidupan
abadi selanjutnya yang bahagia. Kekuatan diluar diri manusia akan senantiasa
menerapkan kehendaknya, namun sebagai manusia kita hendaknya berusaha melakukan
apa yang sekiranya bisa dilakukan untuk mencapai keharmonisan dan keselarasan
hidup.
Adapun
kelebihan buku filsafat jawa Agus Purwoko ini adalah buku tersebut membahas
secara lengkap dan menyeluruh berkaitan dengan pedoman hidup masyarakat jawa
yang dilambangkan dengan gunungan wayang purba. Rangkaian kata-katanya pun
menarik untuk dibaca, selain itu sub-sub judul yang dijelaskan hanya sesuatu
yang berkaitan erat dengan pembahasan inti yang dijelaskan. Namun, dalam buku
ini terdapat banyak istilah-istilah jawa yang sukar di mengerti oleh masyarakat
luar jawa yang membaca buku ini.
Semoga dibaca, lalu dibalas. Saya sedang mencari makna dari gambar gunungan yang dilampirkan. Kalau boleh tahu, siapa yang pertama membuat desain gunungan tersebut? Agar saya bisa menanyakan makna dari gunungan tersebut. Terima kasih
BalasHapus