Sebagai
manusia yang hidup di tengah masyarakat, saya pun menimba ilmu dan pengetahuan
melalui pendidikan, dimana menurut saya pendidikan berkaitan dengan Agama.
Nilai intelektualisme seseorang memang diperoleh melalui hasil belajar serta
pengalaman, namun dewasa ini pendidikan terutama di Indonesia mengalami
kemunduran dalam hal moralitas peserta didiknya.
Dalam
buku filsafat pendidikan masa depan ini khususnya pada bab yang berkaitan
dengan Intelektualisme Bertopeng Spiritualitas menjelaskan pula yakni di dalam buku berjudul
‘Ilmu Pendidikan Perspektif Kontekstual (2011) karya As’aril Muhajir, dia
melihat pentingnya pendidikan berbasis pada nilai-nilai keagamaan. Menurutnya,
diakui atau tidak terdapat kecenderungan bahwa perilaku pelajar kita sekarang
kian bebas dan permisif. Kualitas yang terdapat dalam pendidikan kita sekarang
ini tampak jelas di dasari oleh pertimbangan yang mengatasnamakan ilmiah,
rasional, efektivitas, dan efisiensi.
Pertimbangan
atas nama rasionalitas itulah yang kemudian menjadikan pendidikan di Indonesia
adalah sebuah pendidikan yang kering. Dalam pendidikan, jika sistem pendidikan
kita terlalu menonjolkan persaingan dan peringkat kelas akan melahirkan
pribadi-pribadi individualistis yang rendah kepekaan sosialnya. Seperti apa
yang kita tahu bahkan mungkin kita alami, terlihat bahwa kebanyakan pendidik
dalam memperlakukan peserta didiknya lebih mengedepankan atau menghargai sebuah
nilai angka yang diperoleh siswa dibanding nilai kejujuran.
Dalam
kebudayaan, sebuah rasionalitas bertujuan bukanlah bagian paling penting karena
proses untuk membantu rasionalitas tersebut juga menjadi bagian dari kualitas
rasionalitas tersebut. Pada pembahasan bab ini pun terdapat kaitan dengan
system pembelajaran dan kurikulum terutama kurikulum 2013. Dasar pengembangan
kurikulum baru tersebut terletak pada pentingnya mewujudkan konsep kurikulum
terintegrasi sebagai perwujudan dari keberhasilan pendidikan di bidang
spiritual, afektif, kognitif, dan konatif.
Terlihat
bahwa dalam pendidikan di Indonesia, nilai kejujuran sudah tidak lagi dihargai,
sehingga tidak heran jika banyak peserta didik yang lebih memilih bersikap
tidak jujur (nyontek) dibanding
berlaku jujur. Hal tersebut karena apresiasi tertinggi akan diperoleh jika kita
mendapat nilai yang relatif tinggi tanpa memandang latar belakangnya. Dalam
bahasa sosiologi Habermas, kita terjebak di dalam rasionalitas-bertujuan,
sebuah rasionalitas yang kering yang hanya mengutamakan tujuan-tujuan akhir
sehingga dalam rangka mencapai tujuan akhir tersebut tidak memikirkan proses
yang terbaik untuk mencapainya, dengan kata lain hal tersebut menunjukan bahwa
nilai intelektual tidak dibarengi dengan spiritualitas.
Dalam
hal lain berkaitan dengan pentingnya
nilai spiritualitas dalam penyelenggaraan pendidikan seperti yang saya alami,
pada saat kegiatan ritual menjelang ujian nasional memang bukanlah tindakan
yang rasional. Hal itu akan membuang waktu dan tenaga secara rasional. Tetapi
sebagian besar melakukan itu untuk “menguatkan nilai-nilai spiritualitas” ,
nilai-nilai tersebut dijadikan sebagai faktor pendorong untuk berprestasi. Nilai-nilai
spiritualitas dianggap sebagai inisiatif yang baik dalam pembelajaran, namun
hal tersebut tidak dituangkan dalam RPP melainkan hanya diimplementasikan di
tengah pembelajaran.
Sebagai
peserta didik, dalam mencapai nilai intektual saya meyakini bahwa nilai
spiritualitas relevan untuk bisa mencapai suatu intelektualitas terbaik.
Nilai-nilai spiritualitas serta keyakinan bahwa ada kekuatan besar diluar diri
manusia dirasa mampu memberikan dorongan berpikir dalam melakukan sesuatu baik
itu berkaitan dengan pembelajaran maupun kehidupan lainnya. Menurut saya,
pemikiran terbaik dapat dicapai ketika kita memperoleh atau mengalami
ketenangan, dan ketenangan itu berkaitan dengan pengimplementasian sebuah nilai
spiritual atau keagamaan.
Berbicara
mengenai kelebihan buku Filsafat Pendidikan Masa Depan ini adalah buku ini
dapat menjelaskan dasar-dasar asumsi dalam bidang pendidikan. Pertama,
pendidikan harus di mengerti sebagai alih ideology dari satu agen kea gen yang
lain. Kedua corak pendidikan yang diselenggarakan haruslah merupakan respons
terhadap kolonialisme. Ketiga, dasar filosofis pendidikan secara khusus akan
mengikuti pola pemikiran revolusi mental. Kelebihan yang berkesan atau penting
yakni buku ini memaparkan bahwa pendidikan haruslah berbasis spiritualitas,
dimana nilai-nilai spiritualitas dalam dunia pendidikan dipandang penting dan
berperan dalam membentuk pola pikir peserta didik agar lebih mengedepankan
nilai-nilai norma dan keagamaan. Pada buku Filsafat Pendidikan Masa Depan tersebut
pula terdapat daftar istilah filsafat pendidikan yang disusun secara
sistematis, sehingga dapat membantu pembaca dalam memahami istilah-istilah yang
tertulis pada buku tersebut.
Kekurangan
buku tersebut menurut saya sebagai pembaca awam yang baru mengenal pembahasan
mengenai kefilsafatan adalah dalam sub-sub pembahasannya buku ini hanya
memaparkan secara ringkas belum menjelaskan secara lebih kompleks mengenai
bahasan yang dijelaskan. Sehingga walaupun bahasan antar satu judul dengan
judul lain saling berkaitan tetapi dalam pemaparannya tidak menjelaskan secara
lebih jauh dan menyeluruh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar