Rabu, 21 Desember 2016

Intelektualisme dan Spiritualisme dalam buku ‘Filsafat Pendidikan Masa Depan’ Penulis : Saifur Rohman dan Agus wibowo.



Sebagai manusia yang hidup di tengah masyarakat, saya pun menimba ilmu dan pengetahuan melalui pendidikan, dimana menurut saya pendidikan berkaitan dengan Agama. Nilai intelektualisme seseorang memang diperoleh melalui hasil belajar serta pengalaman, namun dewasa ini pendidikan terutama di Indonesia mengalami kemunduran dalam hal moralitas peserta didiknya.
Dalam buku filsafat pendidikan masa depan ini khususnya pada bab yang berkaitan dengan Intelektualisme Bertopeng Spiritualitas  menjelaskan pula yakni di dalam buku berjudul ‘Ilmu Pendidikan Perspektif Kontekstual (2011) karya As’aril Muhajir, dia melihat pentingnya pendidikan berbasis pada nilai-nilai keagamaan. Menurutnya, diakui atau tidak terdapat kecenderungan bahwa perilaku pelajar kita sekarang kian bebas dan permisif. Kualitas yang terdapat dalam pendidikan kita sekarang ini tampak jelas di dasari oleh pertimbangan yang mengatasnamakan ilmiah, rasional, efektivitas, dan efisiensi.
Pertimbangan atas nama rasionalitas itulah yang kemudian menjadikan pendidikan di Indonesia adalah sebuah pendidikan yang kering. Dalam pendidikan, jika sistem pendidikan kita terlalu menonjolkan persaingan dan peringkat kelas akan melahirkan pribadi-pribadi individualistis yang rendah kepekaan sosialnya. Seperti apa yang kita tahu bahkan mungkin kita alami, terlihat bahwa kebanyakan pendidik dalam memperlakukan peserta didiknya lebih mengedepankan atau menghargai sebuah nilai angka yang diperoleh siswa dibanding nilai kejujuran.
Dalam kebudayaan, sebuah rasionalitas bertujuan bukanlah bagian paling penting karena proses untuk membantu rasionalitas tersebut juga menjadi bagian dari kualitas rasionalitas tersebut. Pada pembahasan bab ini pun terdapat kaitan dengan system pembelajaran dan kurikulum terutama kurikulum 2013. Dasar pengembangan kurikulum baru tersebut terletak pada pentingnya mewujudkan konsep kurikulum terintegrasi sebagai perwujudan dari keberhasilan pendidikan di bidang spiritual, afektif, kognitif, dan konatif.
Terlihat bahwa dalam pendidikan di Indonesia, nilai kejujuran sudah tidak lagi dihargai, sehingga tidak heran jika banyak peserta didik yang lebih memilih bersikap tidak jujur (nyontek) dibanding berlaku jujur. Hal tersebut karena apresiasi tertinggi akan diperoleh jika kita mendapat nilai yang relatif tinggi tanpa memandang latar belakangnya. Dalam bahasa sosiologi Habermas, kita terjebak di dalam rasionalitas-bertujuan, sebuah rasionalitas yang kering yang hanya mengutamakan tujuan-tujuan akhir sehingga dalam rangka mencapai tujuan akhir tersebut tidak memikirkan proses yang terbaik untuk mencapainya, dengan kata lain hal tersebut menunjukan bahwa nilai intelektual tidak dibarengi dengan spiritualitas.
Dalam hal lain  berkaitan dengan pentingnya nilai spiritualitas dalam penyelenggaraan pendidikan seperti yang saya alami, pada saat kegiatan ritual menjelang ujian nasional memang bukanlah tindakan yang rasional. Hal itu akan membuang waktu dan tenaga secara rasional. Tetapi sebagian besar melakukan itu untuk “menguatkan nilai-nilai spiritualitas” , nilai-nilai tersebut dijadikan sebagai faktor pendorong untuk berprestasi. Nilai-nilai spiritualitas dianggap sebagai inisiatif yang baik dalam pembelajaran, namun hal tersebut tidak dituangkan dalam RPP melainkan hanya diimplementasikan di tengah pembelajaran.
Sebagai peserta didik, dalam mencapai nilai intektual saya meyakini bahwa nilai spiritualitas relevan untuk bisa mencapai suatu intelektualitas terbaik. Nilai-nilai spiritualitas serta keyakinan bahwa ada kekuatan besar diluar diri manusia dirasa mampu memberikan dorongan berpikir dalam melakukan sesuatu baik itu berkaitan dengan pembelajaran maupun kehidupan lainnya. Menurut saya, pemikiran terbaik dapat dicapai ketika kita memperoleh atau mengalami ketenangan, dan ketenangan itu berkaitan dengan pengimplementasian sebuah nilai spiritual atau keagamaan.
Berbicara mengenai kelebihan buku Filsafat Pendidikan Masa Depan ini adalah buku ini dapat menjelaskan dasar-dasar asumsi dalam bidang pendidikan. Pertama, pendidikan harus di mengerti sebagai alih ideology dari satu agen kea gen yang lain. Kedua corak pendidikan yang diselenggarakan haruslah merupakan respons terhadap kolonialisme. Ketiga, dasar filosofis pendidikan secara khusus akan mengikuti pola pemikiran revolusi mental. Kelebihan yang berkesan atau penting yakni buku ini memaparkan bahwa pendidikan haruslah berbasis spiritualitas, dimana nilai-nilai spiritualitas dalam dunia pendidikan dipandang penting dan berperan dalam membentuk pola pikir peserta didik agar lebih mengedepankan nilai-nilai norma dan keagamaan. Pada buku Filsafat Pendidikan Masa Depan tersebut pula terdapat daftar istilah filsafat pendidikan yang disusun secara sistematis, sehingga dapat membantu pembaca dalam memahami istilah-istilah yang tertulis pada buku tersebut.
Kekurangan buku tersebut menurut saya sebagai pembaca awam yang baru mengenal pembahasan mengenai kefilsafatan adalah dalam sub-sub pembahasannya buku ini hanya memaparkan secara ringkas belum menjelaskan secara lebih kompleks mengenai bahasan yang dijelaskan. Sehingga walaupun bahasan antar satu judul dengan judul lain saling berkaitan tetapi dalam pemaparannya tidak menjelaskan secara lebih jauh dan menyeluruh.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar