Model Interaksi Sosial
Model Interaksi Sosial didasari oleh teori belajar
Gestalt (field-theory). Model ini
menitikberatkan hubungan yang harmonis antara individu dengan masyarakat ( learning to life together). Teori
pembelajaran Gestalt dirintis oleh Max Wertheimer (1912) bersama dengan Kurt
Koffka dan W. Kohler, yang mengadakan eksperimen mengenai pegamatan visual
dengan fenomena fisik. Percobaannya, yaitu memproyeksikan titik-titik cahaya
(keseluruhan lebih penting daripada bagian).
Pokok pandangan Gestalt adalah objek atau peristiwa
tertentu akan dipandang sebagai suatu keseluruhan yang terorganisasikan. Makna
suatu objek/peristiwa adalah terletak pada keseluruhan bentuk (Gestalt) dan
bukan bagian-bagiannya. Pembelajaran akan lebih bermakna bila materi diberikan
secara utuh bukan bagian-bagian. Aplikasi Teori Gestalt dalam pembelajaran
adalah :
a. Pengalaman
Insight/Tilikan. Dalam proses pembelajaran, siswa hendaknya memiliki kemampuan
insight, yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu objek.
Guru hendaknya mengembangkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah dengan
insight.
b. Pembelajaran
yang bermakna. Kebermaknaan unsur-unsur yang terkait dalam suatu objek akan menunjang
pembentukan pemahaman dalam proses pembelajaran. Content yang dipelajari siswa
hendaknya memiliki makna yang jelas baik bagi dirinya maupun bagi kehidupannya
dimasa yang akan datang.
c. Perilaku
bertujuan. Perilaku terarah pada suatu tujuan. Perilaku disamping ada kaitannya
dengan SR-bond, juga berkaitan erat dengan tujuan yang hendak dicapai.
Pembelajaran terjadi karena siswa memiliki harapan tertentu. Sebab itu
pembelajaran akan berhasil bila siswa mengetahui tujuan yang akan dicapai.
d. Prinsip
Ruang Hidup (Life space). Dikembangkan oleh Kurt Lewin (teori medan/field
theory). Perilaku siswa terkait dengan lingkungan/medan dimana ia berada.
Materi yang disampaikan hendaknya memiliki kaitan dengan situasi lingkungan
dimana siswa berada (CTL).
Model Pemrosesan Informasi
Model ini berdasarkan Teori Belajar
Kognitif (Piaget) dan berorientasi pada kemampuan siswa memproses informasi
yang dapat memperbaiki kemampuannya. Pemrosesan informasi merujuk pada cara
mengumpulkan/menerima stimuli dari lingkungan: mengorganisasi data, memecahkan
masalah, menemukan konsep, dan menggunakan symbol verbal dan visual.
Teori pemrosesan informasi/kognitif
dipelopori oleh Robert Gagne (1985). Asumsinya bahwa pembelajaran merupakan
factor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil
kumulatif dari pembelajaran. Dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan
informasi yang kemudian diolah sehingga menghasilkan output dalam bentuk hasil belajar.
Dalam pemrosesan informasi terjadi
interaksi antara kondisi internal (keadaan individu, proses kognitif),
kondisi-kondisi eksternal (rangsangan dari lingkungan), dan interaksi antar
keduanya akan menghasilkan hasil belajar. Pembelajaran merupakan keluaran dari
pemrosesan informasi yang berupa kecakapan manusia yang terdiri dari : (1)
informasi verbal, (2) kecakapan intelektual, (3) strategi kognitif, (4) sikap,
dan (5) kecakapan motorik.
Model Personal
Model ini bertitik tolak dari teori Humanistik,
yaitu berorientasi kepada pengembangan diri
individu. Perhatian utamanya pada emosional siswa untuk mengembangkan
hubungan yang produktif dengan lingkungannya. Model ini menjadikan pribadi
siswa yang mampu membentuk hubungan yang harmonis serta mampu memproses
informasi secara efektif.
Model ini juga berorientasi pada individu dan
perkembangan kelakuan. Tokoh humanistic adalah Abraham Maslow (1962), R.
Rogers, C.Buhler, dan Arthur Comb. Menurut teori ini, guru harus berupaya
menciptakan kondisi kelas yang kondusif, agar siswa merasa bebas dalam belajar
dan mengembangkan dirinya, baik emosional maupun intelektual. Teori humanistic
timbul sebagai gerakan memanusiakan manusia. Pada teori humanistic ini,
pendidik seharusnya berperan sebagai pendorong, bukan menahan sensitivitas
siswa terhadap perasaannya.
Model Modifikasi Tingkah Laku
Model ini bertitik tolak dari teori
belajar behavioristic, yaitu bertujuan mengembangkan sistem yang efisien untuk
mengurutkan tugas-tugas belajar dan membentuk TL dengan cara memanipulasi
penguatan (reinforcement). Model ini lebih menekankan pada aspek
perubahan perilaku psikologis dan perilaku yang tidak dapat diamati.
Karakteristik model ini adalah dalam hal penjabaran tugas-tugas yang harus
dipelajari siswa lebig efisien dan berurutan.
Model Pembelajaran Kontekstual
(CTL)
Pembelajaran di sekolah tidak hanya
difokuskan pada pemberian pembekalan kemampuan pengetahuan yang bersifat teoretis
saja, akan tetapi bagaimana agar pengalaman belajar yang dimiliki siswa
senantiasa terkait dengan permasalahan-permasalahan actual yang terjadi di
lingkungannya. Dengan demikian, inti dari pendekatan CTL adalah keterkaitan
setiap materi atau topic pembelajaran dengan kehidupan nyata. Untuk
mengaitkannya bisa dilakukan berbagai cara, selain karena memang materi yang
dipelajari secara langsung terkait dengan kondisi factual, juga bisa disiasati
dengan pemberian ilustrasi atau contoh (sumber belajar, media, dan sebagainya),
yang memang baik secara langsung maupun tidak diupayakan terkait atau
berhubungan dengan pengalaman hidup nyata. Dengan demikian, pembelajaran selain
akan lebih menarik, juga akan dirasakan sangat dibutuhkan oleh setiap siswa
karena apa yang dipelajari dirasakan langsung manfaatnya.
Tim Pengembang MKDP
Kurikulum dan Pembelajaran. 2011. Kurikulum
dan Pembelajaran. Bandung : PT RAJAGRAFINDO PERSADA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar