Jumat, 09 Desember 2016

Model Pembelajaran Berdasarkan Teori




Model Interaksi Sosial
Model Interaksi Sosial didasari oleh teori belajar Gestalt (field-theory). Model ini menitikberatkan hubungan yang harmonis antara individu dengan masyarakat ( learning to life together). Teori pembelajaran Gestalt dirintis oleh Max Wertheimer (1912) bersama dengan Kurt Koffka dan W. Kohler, yang mengadakan eksperimen mengenai pegamatan visual dengan fenomena fisik. Percobaannya, yaitu memproyeksikan titik-titik cahaya (keseluruhan lebih penting daripada bagian).
Pokok pandangan Gestalt adalah objek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai suatu keseluruhan yang terorganisasikan. Makna suatu objek/peristiwa adalah terletak pada keseluruhan bentuk (Gestalt) dan bukan bagian-bagiannya. Pembelajaran akan lebih bermakna bila materi diberikan secara utuh bukan bagian-bagian. Aplikasi Teori Gestalt dalam pembelajaran adalah :
a.       Pengalaman Insight/Tilikan. Dalam proses pembelajaran, siswa hendaknya memiliki kemampuan insight, yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu objek. Guru hendaknya mengembangkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah dengan insight.
b.      Pembelajaran yang bermakna. Kebermaknaan unsur-unsur yang terkait dalam suatu objek akan menunjang pembentukan pemahaman dalam proses pembelajaran. Content yang dipelajari siswa hendaknya memiliki makna yang jelas baik bagi dirinya maupun bagi kehidupannya dimasa yang akan datang.
c.       Perilaku bertujuan. Perilaku terarah pada suatu tujuan. Perilaku disamping ada kaitannya dengan SR-bond, juga berkaitan erat dengan tujuan yang hendak dicapai. Pembelajaran terjadi karena siswa memiliki harapan tertentu. Sebab itu pembelajaran akan berhasil bila siswa mengetahui tujuan yang akan dicapai.
d.      Prinsip Ruang Hidup (Life space). Dikembangkan oleh Kurt Lewin (teori medan/field theory). Perilaku siswa terkait dengan lingkungan/medan dimana ia berada. Materi yang disampaikan hendaknya memiliki kaitan dengan situasi lingkungan dimana siswa berada (CTL).

Model Pemrosesan Informasi
            Model ini berdasarkan Teori Belajar Kognitif (Piaget) dan berorientasi pada kemampuan siswa memproses informasi yang dapat memperbaiki kemampuannya. Pemrosesan informasi merujuk pada cara mengumpulkan/menerima stimuli dari lingkungan: mengorganisasi data, memecahkan masalah, menemukan konsep, dan menggunakan symbol verbal dan visual.
            Teori pemrosesan informasi/kognitif dipelopori oleh Robert Gagne (1985). Asumsinya bahwa pembelajaran merupakan factor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi yang kemudian diolah sehingga menghasilkan output dalam bentuk hasil belajar.
            Dalam pemrosesan informasi terjadi interaksi antara kondisi internal (keadaan individu, proses kognitif), kondisi-kondisi eksternal (rangsangan dari lingkungan), dan interaksi antar keduanya akan menghasilkan hasil belajar. Pembelajaran merupakan keluaran dari pemrosesan informasi yang berupa kecakapan manusia yang terdiri dari : (1) informasi verbal, (2) kecakapan intelektual, (3) strategi kognitif, (4) sikap, dan (5) kecakapan motorik.
 Model Personal
Model ini bertitik tolak dari teori Humanistik, yaitu berorientasi kepada pengembangan diri  individu. Perhatian utamanya pada emosional siswa untuk mengembangkan hubungan yang produktif dengan lingkungannya. Model ini menjadikan pribadi siswa yang mampu membentuk hubungan yang harmonis serta mampu memproses informasi secara efektif.
Model ini juga berorientasi pada individu dan perkembangan kelakuan. Tokoh humanistic adalah Abraham Maslow (1962), R. Rogers, C.Buhler, dan Arthur Comb. Menurut teori ini, guru harus berupaya menciptakan kondisi kelas yang kondusif, agar siswa merasa bebas dalam belajar dan mengembangkan dirinya, baik emosional maupun intelektual. Teori humanistic timbul sebagai gerakan memanusiakan manusia. Pada teori humanistic ini, pendidik seharusnya berperan sebagai pendorong, bukan menahan sensitivitas siswa terhadap perasaannya.
           Model Modifikasi Tingkah Laku
            Model ini bertitik tolak dari teori belajar behavioristic, yaitu bertujuan mengembangkan sistem yang efisien untuk mengurutkan tugas-tugas belajar dan membentuk TL dengan cara memanipulasi penguatan (reinforcement).  Model ini lebih menekankan pada aspek perubahan perilaku psikologis dan perilaku yang tidak dapat diamati. Karakteristik model ini adalah dalam hal penjabaran tugas-tugas yang harus dipelajari siswa lebig efisien dan berurutan.
           Model Pembelajaran Kontekstual (CTL)
            Pembelajaran di sekolah tidak hanya difokuskan pada pemberian pembekalan kemampuan pengetahuan yang bersifat teoretis saja, akan tetapi bagaimana agar pengalaman belajar yang dimiliki siswa senantiasa terkait dengan permasalahan-permasalahan actual yang terjadi di lingkungannya. Dengan demikian, inti dari pendekatan CTL adalah keterkaitan setiap materi atau topic pembelajaran dengan kehidupan nyata. Untuk mengaitkannya bisa dilakukan berbagai cara, selain karena memang materi yang dipelajari secara langsung terkait dengan kondisi factual, juga bisa disiasati dengan pemberian ilustrasi atau contoh (sumber belajar, media, dan sebagainya), yang memang baik secara langsung maupun tidak diupayakan terkait atau berhubungan dengan pengalaman hidup nyata. Dengan demikian, pembelajaran selain akan lebih menarik, juga akan dirasakan sangat dibutuhkan oleh setiap siswa karena apa yang dipelajari dirasakan langsung manfaatnya.



Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran. 2011. Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung : PT RAJAGRAFINDO PERSADA
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar