Haji yang ideal menurut al-Qur'an adalah
haji yang dilakukan semata-mata karena Allah swt. Di dalam pelaksanaannya,
seorang jamaah harus memperhatikan larangan-larangan haji. Setelah berhaji
seseorang tetap diperintahkan untuk melakukan dzikir. Sedangkan dalam hadis,
masalah haji disebutkan sebagai salah satu Rukun Islam yang lima. Ia diwajibkan
atas setiap muslim yang mampu, sekali seumur hidup. Selain itu haji juga
sebagai jihadnya kaum perempuan. Orang yang menahan diri dari tidak melakukan
larangan-larangan haji akan diampuni dosa-dosanya, bagaikan seorang bayi yang baru
lahir dari rahim ibunya. Haji yang ideal menurut hadis adalah haji mabrur, yang
balasannya tiada lain adalah surga.
Rasulullah
saw melakukan ibadah haji hanya satu kali, yang dikenal dengan haji wada'.
Pelaksanaan haji tersebut disertai oleh sahabat-sahabat beliau, terjadi pada tahun
ke-10 Hijriyah dengan mengambil miqat di Dzul Hulaifah. Beliau dan para sahabat
yang membawa binatang kurban melakukan haji ifradh, sedangkan para sahabat yang
tidak membawa binatang kurban diperintahkan Rasulullah saw untuk melakukan haji
tamattu'. Sementara itu, Aisyah ra melakukan haji qiran. Dari sinilah muncul
tiga macam tata cara pelaksanaan haji; ifradh, tamattu' dan qiran. Jauhnya jarak
dengan umat setelah masa Rasulullah saw, meniscayakan kehadiran para fuqaha yang
memunculkan perspektif baru tentang pelaksanaan haji.
Perkembangan
manasik haji menurut ulama fikih, lebih pada kesepakatan adanya beberapa
amalan-amalan haji yang harus dilakukan oleh orang yang berhaji. Sedangkan
perbedaannya adalah dalam penentuan hukum amalan-amalan haji tersebut, sehingga
muncul klasifikasi; rukun, wajib dan sunat haji.
Ada beberapa manfaat ibadah haji yang dapat
dipetik dari pengalaman muslim berhaji, antara lain menyangkut persoalan
hubungan sosial, ekonomi atau perdagangan dan untuk menambah pengetahuan.
Selain itu, haji juga merupakan kesempatan untuk memenuhi kerinduan rohani dan
perintah agama. Dari pemahaman ibadah haji yang komprehensif dan pelaksanaannya
yang khusyuk, akan melahirkan nilai-nilai universal, antara lain keikhlasan,
kepasrahan (tawakkal), ketakwaan, kesabaran, ketabahan, dan berbuat amal shaleh
serta menjauhi dan menolak segala
kejahatan
dalam pikiran, perkataan dan perbuatan. Selain itu juga dapat mencegah
perbuatan
maksiat, berbantah-bantahan, berlaku sombong dan lain sebagainya. Dengan
nilai-nilai itu diharapkan seorang haji akan berakhlak mulia sekembali ke tanah
air masing-masing, sehingga ibadah haji sesuai dengan tujuannya memiliki
daya
ubah positif bagi diri individu muslim tersebut maupun lingkungannya.
(Muhammad
Yusuf. TESIS.UIN Sunan Kali Jaga Yogyakarta)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar