Selasa, 27 Desember 2016

Yang-Ada dan Yang-Tiada




Yang ada dan yang tiada dipahami sebagai ciri paling umum yang dimiliki sesuatu.  Istilah-istilah “ada” boleh dikatakan senantiasa menunjuk pada suatu ciir yang merekat pada apa saja bahkan pada segala sesuatu. Oleh karena itu, ia merupakan pengertian paling umum dan paling bersahaja dari sifat-sifat manapun juga adanya sifat tersebut tidaklah menyebabkan barang yang satu berbeda dengan barang yang lain. Ini berlainan dengan apabila kita menerapkan kata-kata sifat yang lain. Penerapan pengertian ‘ada’ seakan-akan mempersatukan segala sesuatu yang ada dengan yang jalan menunjukan suatu ciri yang sepenuhnya sama yang dipunyai oleh segala sesuatu tadi. Tanpa sifat ‘ada’, tidak mungkin ada sesuatu yang bereksistensi, bahkan tidak mungkin ada sesuatu yang dipikirkan. Karena “ada” merupakan sifat yang paling mendalam dan yang paling bersahaja, maka kata tersebut tidak dapat dilacak balik atau dipulangkan, sampai kepada sifat-sifat lain yang lebih dalam.
Karena itu, salahsatu cara untuk mengenal maknanya ialah dengan jalan menghubungkannya dengan ciri-ciri khas yang lain atau menetapkan ukuran tersebut bagi penerapnya. Cara yang lain lagi ialah dengan cara menggambarkan dan mengadakan klasifikasi atas pelbagai jenis hal yang dapat diterapi predikat tersebut. Tetapi, dengan demikian, berarti meliputi segenap kenyataan yang ada, yaitu ‘yang sugguh ada’ (actual) dan ‘yang mungkin ada’ (possible), dan sehubungan dengan itu, Aristoteles memberikan definisi kepada metafisika sebagai ilmu pengetahuan mengenai yang ada sebagai yang ada.
(dari buku Filsafat Ilmu, Erliana hasan, 2011)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar